Saturday, March 22, 2008

Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)

Ordo : Hemiptera;
  Famili : Aleyrodidae; 
    Genus : Bemisia
      Species : tabaci

Mound dan Halsey (1978) melaporkan, bahwa Genus Bemisia mempunyai 37 spesies yang diduga berasal dari Asia.

Morfologi /Bioekologi

Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara 0,2 - 0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.

Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke - 1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 dan ke - 3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari.

Imago atau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1 - 1,5 mm), berwarna putih, dan sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasa biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. (Gambar 4.). Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari.

Gejala Serangan

Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.

Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.

Tanaman Inang

Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul antara lain tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides).

Pengendalian

Di lapangan :

a). Kultur teknis

  • Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;

  • Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;

  • Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;

  • Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan;

b). Pengendalian fisik / mekanis

  • Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);

  • Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;

  • Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.

c). Pengendalian hayati

  • Pemanfaatan musuh alami antara lain (lihat Lampiran 2.) :

  • Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;

  • Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;

  • Cara pelepasan E. formosa untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;

  • Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala;

d). Pengendalian kimiawi

  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (lihat Lampiran 6.), antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);

  • Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;

  • Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul (cara pembuatan dan penggunaan nimba lihat pada Lampiran 3.).

Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam skala yang sempit.

Di rumah kaca

a). Pengendalian hayati

  • Kalau memungkinkan dilakukan pelepasan serangga tabuhan E. formosa sebagai parasit nimfa sebanyak 5 ekor/tanaman tomat; dan kumbang predator M. sexmaculatus (lihat Lampiran 1.) ;

  • Tingkat parasitasi mencapai 40 - 50 %;

  • Parasit nimfa E. formosa sangat peka terhadap insektisida;

b). Pengendalian fisik / mekanik

  • Sisa tanaman terserang dimusnahkan / dibakar di tempat terpisah/khusus supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain;

  • Pemasangan perangkap likat kuning baik jumlah maupun ketinggiannya disesuaikan dengan luas rumah kaca dan keadaan pertanamannya;

c). Pengendalian kimiawi

  • Untuk pengendalian kutu kebul dewasa pada kondisi populasi tinggi, dapat dilakukan pengasapan dengan insektisida kimia sintesa efektif dan diizinkan Menteri Pertanian, antara lain Mitac 200 EC (amitraz) yang dapat diaplikasikan dengan fogger (campuran larutan semprot solar); sedangkan Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), dan Orthene 75 SP (asefat 75%) tidak dianjurkan digunakan dengan larutan semprot solar;

  • Pada kondisi populasi rendah, dapat digunakan pestisida nabati nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul (cara pembuatan dan penggunaan nimba lihat pada Lampiran 3.);

d). Pencegahan

  • Selanjutnya perlu dijaga jangan sampai terjadi serangan baru kutu kebul ke dalam rumah kaca.

Sumber : http://ditlin.hortikultura.go.id/opt/tomat/kt_kebul.htm

Monday, March 17, 2008

GELOMBANG CINTA: Irasionalitas Pecinta Tanaman Hias

Harga beberapa jenis tanaman hias makin menggila. Ajang pameran dan berita media makin menambah heboh kompetisi harga berbagai jenis tanaman hias yang, jujur saja, tidak jelas benar apa manfaatnya. Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya, mengapa masyarakat sedemikian tergila-gila dengan tanaman hias hingga ada yang rela membelanjakan puluhan juta, bahkan ratusan juta rupiah hanya untuk sebatang tanaman hias di dalam pot?Lebih fantastis lagi, di daerah Baturraden Purwokerto dikhabarkan ada jenis tanaman hias yang sudah ditawar Rp. 1 milyar oleh seorang kolektor, tetapi belum dilepas oleh pemiliknya. Rasionalkah semua ini? Irasional? Bagaimana penjelasannya?

Di rumah saya ada ratusan pot tanaman hias berbagai jenis. Beberapa teman suka datang untuk mengambil sebagian bibit yang sudah kami semai di media baru. Dengan senang hati kami membagi tanaman-tanaman itu, tanpa harus ada transaksi. Ada juga pot berisi jenis Gelombang Cinta yang menghebohkan itu. Sudah dua kali berbuah, sekali kami petik dan semaikan lagi, yang satunya lagi dicuri (atau diselamatkan) penggemar tanaman hias yang mungkin terpikat dengan keindahan warna merah, dan pesona harga biji yang melangit tinggi.

Dari mana kami dapatkan Gelombang Cinta itu? Itu hadiah dari adik kami yang baru saja menikah. Mereka juga mendapatkan tanaman itu sebagai hadiah pernikahan. Setahun lalu harga GC itu ditaksir sekitar Rp. 1.5 juta. Ketika sudah ditenggerkan di teras rumah kami, seorang pedagang mengatakan bahwa harga GC kami bisa di atas Rp. 2 juta. Saya senang tetapi juga setengah tidak percaya. Kini, setelah dua kali ber-bonggol dan sekarang sedang kembang, seorang teman mengatakan bahwa GC kami bisa laku sekitar Rp. 20 juta. Kami jadi hati-hati merawatnya. Banyak yang menyarankan agar tanaman tersebut diamankan di dalam rumah.

Wah, jadi repot juga nih, urusan menjaga tanaman hias. Yang jelas, sampai saat ini Gelombang Cinta masih mekar di ruang tamu rumah kami. Cerita tentang harga yang menggila itu hanya kami dengar saja. Nyatanya belum ada yang benar-benar berani membeli seharga Rp. 20 juta sebagaimana banyak dihebohkan..

Sumber : http://www.bpurwoko.staff.ugm.ac.id/2007/09/28/gelombang-cinta-irasionalitas-pecinta-tanaman-hias/

Friday, March 7, 2008

TEKNIK BUDIDAYA JAGUNG SUKMARAGA

Produksi jagung dewasa ini tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga diperlukan impor. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan karena akan merugikan para peternak yang membutuhkan pakan, dimana jagung memegang peran 51 % sebagai bahan pokok pembuatan pakan. Untuk mengatasi hal ini maka dicarilah varietas jagung yang dapat berproduksi sampai 8,5 ton/ha. Oleh karena itu perlu suatu acuan teknologi budidaya jagung sukmaraga, sehingga petani yang mencoba dan mengembangkan jagung sukmaraga dapat berhasil sesuai potensial hasil dari jagung tersebut. Diharapkan dengan berhasilnya petani menerapkan jagung sukmaraga, peningkatan produksi jagung di Lampung meningkat. Mengingat jagung sukmaraga adalah jagung komposit dapat ditanam ulang sampai 3 (tiga) kali tanam tidak seperti jagung Hibrida hanya 1 (satu) kali tanam sehingga harus beli lagi, jadi cukup menghemat input sarana produksi.

PENYIAPAN LAHAN
• Tanah dibajak 15-20 cm, gemburkan dan ratakan, atau tanpa olah tanah bagi tanah gembur/ringan.
• Bersih dari sisa-sia tanaman dan tumbuhan pengganggu.

PENANAMAN
• Buat lubang tanam dengan tugal sedalam 5 cm.
• Jarak tanam 75 cm x 40 cm (2 tanaman /rumpun), atau 75 cm x 20 cm (1tanaman /rumpun)
• Masukkan benih dalam lubang tanam dan tutup dengan tanah atau pupuk kandang.

PEMUPUKAN
• Takaran pupuk: untuk yang telah dika\ji di Lampung 350 kg urea/ha + 150 kg SP 36/ha + 100 kg KCL/ha.
• Pupuk diberikan 2 kali, pertama 7-10 hst (200 kg urea/ha + 150 kg SP 36/ha +100 kg KCL/ha) kedua:30-35 hst(250 kg urea/ha).
• Pupuk diberikan dalam lubang/ larikan + 10 cm
• Disamping tanaman ditutup dengan tanah .

PENYIANGAN
• Penyiangan pertama pada umur 15 hst.
• Penyiangan kedua pada umur 28-30 hst, dilakukan sebelum pemupukan kedua.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
• Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan: Benih jagung 1 kg dicampur 2 gr Ridomil atau Saromil yang dilarutkan dalam 7,5 – 10 ml air. Sedangkan untuk pengendalian hama penggerek diberi insektisida Furadan 3 G melalui pucuk tanaman (? 3-4 butir/
tanaman)

PEMBERIAN AIR
(khususnya musim kemarau)
• Pada saat sebelum tanam 15 hari setelah tanam 30 hst , 45 hst, dan 75 hst (6 kali pemberian).
• Sumber air dapat dari irigasi permukaan atau tanah dangkal (sumur) pompa


PANEN
Jagung siap dipanen jika klobot sudah mengering dan berwarna coklat muda, biji mengkilap, dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas.

Deskripsi Jagung Varietas Sukmaraga
Asal :Bahan Introduksi AMATI (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand dengan Introgressi bahan lokal yang diperbaiki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Populasi awalnya diseleksi pada tanah kering masam Sitiung Sumbar, dan tanah sulfat masam di Barambai (Kalsel). Hasil Rekombinasi diuji pada berbagai lingkungan asam dan normal.


Golongan : Bersari bebas komposit
Umur : - 50 % keluar rambut : 55 – 58 hari - Masak fisiologis:105 – 110 hari
Batang : Tegap, warna hijau
Tinggi tanaman : 195 cm (180 – 220) cm
Tipe biji : Semi mutiara (semi flint)
Baris biji : Lurus, rapat, jumlah 12 – 16
Warna biji : Kuning Tua
Bobot 1000 biji : 270 gram (240 – 280 gr)
Perakaran : Dalam, kuat dan baik
Kerebahan : Agak tahan


Rata-rata hasil : 6,0 ton/ha (pipilan kering, K.A. 15 %. Potensi hasil dapat dicapai 8,50 ton/ha (pipilan kering, KA. 15 %)
Daerah sebaran/Adaptasi : Dataran rendah sampai 800 m dpl, adaptif tanah-tanah masam.
Ketahanan penyakit : Cukup tahan terhadap penyakit bulai (downy mildew), penyakit bercak daun (H. maydis), dan penyakit karat (Puccinia sp.)

Sumber : http://lampung.litbang.deptan.go.id/jagung.html