Tuesday, June 17, 2008

Daun Selada Tidak Dicuci



Karena dimakan segar, daun selada harus bebas pestisida. Tidak boleh disemprot racun serangga. Ternyata ia juga sama sekali tidak boleh dicuci. Sebab, daun selada mudah rusak kalau terkena air.

Tidak ada dalam kamus persayuran bahwa selada harus direbus dan dimakan matang, supaya tidak bikin sakit perut. Lezatnya justru kalau ia dimakan segar dalam keadaan mentah.

Lalu, bagaimana cara mereka menanam dan menyiapkan hasil panen selada yang aman, tidak bikin sakit perut?

Dari selada ke letus

Pada zaman Belanda dulu kita sudah mengenal istilah

selada dari salade Prancis. Anak cucu kita zaman sekarang mengenalnya sebagai letus dari lettuce Inggris.

Keduanya sama, daun Lactuca sativa, sejenis tanaman dari keluarga bunga matahari Compositae. Carolus Linnaeus dari Swedia menyebutnya Lactuca karena sari tanaman itu keputih-putihan seperti lactis (air susu). Linnaeus melempar istilah sativa di atas kepala-kepala selada karena tanaman itu sudah lama dibudidayakan umat manusia. Sama lamanya dengan padi kita Oryza sativa yang dibudidayakan orang Hindu, kacang kapri Pisum sativum orang Siam, dan lobak Raphanus sativus orang Cina.

Orang Persia (nenek moyang orang Iran sekarang) sudah sejak tahun 550 SM membudidayakan selada, dan memperkenalkannya ke Eropa pada zaman Alexander Agung menyerbu Persia.

Orang Prancis menyebutnya laitue, tetapi karena daun tanaman itu dimakan dengan salare (garam), masakannya disebut salade. Pada tahun 1560, laitue untuk membuat salade ini diperkenalkan orang Prancis ke Inggris. Dari sana dibawa ke berbagai penjuru dunia sebagai lettuce dan salad.

Pada zaman kemudian tidak hanya garam yang dibubuhkan, melainkan mayonnaise (campuran kuning telur yang dikocok dalam minyak zaitun sampai menjadi saus yang agak kental, lalu diberi sari jeruk supaya tidak nek). Tetapi namanya masih tetap ketinggalan zaman: salade, seolah-olah cuma dibumbui salare. Sampai sekarang nama itu belum direformasi.

Kalau bumbunya berkembang dari garam menjadi mayonnaise, tanamannya sendiri berkembang dari selada kuno yang daunnya tebal hijau, menjadi letus yang daunnya lebih tipis, dan bermacam-macam warnanya. Di antaranya malah ada yang keriting.

Orang Belanda zaman voor de oorlog memakai daun selada sebagai campuran sla yang mayonesnya diberi sla olie (minyak kacang) karena minyak zaitun tidak ada di Indonesia. Tetapi kita di Jakarta memakai daun selada sebagai gado-gado saja berbumbu pecel, yang diberi minyak jambu monyet.

Belakangan masakan selada sudah tidak seperti dulu lagi hanya berupa daun selada, iris-irisan buncis dan wortel ditambah engkol, tetapi sudah ditambah macam-macam bahan lain. Bahkan tanpa daun selada pun kini juga minta disebut "selada", kalau bumbunya berbau mayones dan Thousand Island.

Dulu, selada dipakai sebagai pembuka santapan, atau pelengkap bistik (nama modernnya steik). Tetapi belakangan, selada naik tingkat menjadi makanan utama kalau ditambahi karbohidrat (kentang rebus, pasta, nasi risoto italia, atau nasi kuning indonesia) dan protein hewani (daging ayam, sapi, ikan, atau udang). Yang bertahan sebagai pembuka hanya selada buah, seperti Tropical Paradise Salad, berisi mentimun jepang, kacang cina, mangga probolinggo, nanas palembang, atau apel malang.

Varietas selada itu sendiri kini juga bertambah banyak sampai kita kagum. Tetapi supaya mudah dikenal, lazimnya mereka dikelompokkan menjadi tiga, meskipun ada bentuk-bentuk antara di antaranya.

Head lettuce, L. sativa varietas capitata yang daunnya melengkung di seputar poros tengahnya sampai membentuk bulatan seperti kepala orang. Orang Belanda menyebutnya kropsla.

Leaf lettuce, L. sativa varietas crispa yang tidak membentuk kepala. Kelompok ini dianggap crispa karena daunnya terasa garing keriak-keriak. Padahal di antara head lettuce juga ada yang begitu, namun tidak kebagian gelar crispa.

Cos atau Romaine lettuce, L. sativa varietas longifolia yang daunnya panjang-panjang.

Salah satu head lettuce yang terkenal sebagai Iceberg pernah merajai pasar-pasar swalayan kita sebagai selada modern yang terjangkau oleh masyarakat metropolis Pulau Jawa. Daunnya yang hijau muda keputih-putihan membentuk kepala kompak seperti kubis sampai dikira kubis. Di Inggris Amerika ia disebut cabbage lettuce, karena bentuknya seperti blasteran antara selada dan kubis.

Di samping selada tulen ini, ada varietas yang diaku-aku sebagai selada, walaupun sebenarnya bukan. Yaitu Radicchio yang sepintas lintas mirip selada, tetapi berasal dari nenek moyang Cichorium intybus. Bentuknya memang seperti selada, sampai di Jerman beredar sebagai salatzichorie. Hanya rasanya yang agak lain, agak menusuk.

Selada gunung

Karena asalnya dari daerah subtropik yang sejuk udaranya, selada yang ditanam di daerah tropik yang panas seperti Indonesia terpaksa dicarikan tempat penanaman yang sejuk juga. Misalnya di Lembang, lereng selatan G. Tangkubanperahu. Atau Desa Cidahu di lereng selatan G. Salak setinggi 1.000 m di atas permukaan laut. Di tempat yang udaranya masih segar, bebas polusi udara itu, head lettuce seperti Green Mignonette dan Red Lola Rosa, bisa tumbuh leluasa (dan bagus) karena menerima sinar matahari penuh, tetapi tidak panas.

Selada ditanam perusahaan Incredible Edibles Farm pimpinan Bill Anderson (seorang koki kepala di Javana Spa, Cicurug), di atas bedengan selebar 80 cm. Bedengan dipasangi kerangka bambu untuk mengerudungkan lembaran plastik sebagai pelindung. Sebab, setiap sore sampai fajar esok harinya, tanaman perlu dikerudungi agar tidak terkena hujan sore-sore. Daun selada sangat peka terhadap air, dan mudah busuk karena air biasanya membawa benih bakteri dan cendawan.

Perusahaan itu tidak menyiram seladanya dengan air, tetapi membasahi tanahnya saja, agar selada memperoleh air melalui akarnya. Bedengan dilengkapi slang plastik besar yang memanjang di bagian tengahnya, untuk menyalurkan air pembasah tanah. Melalui slang kecil dan tabung emitter (penyebar) yang ditancapkan di dekat tiap-tiap tanaman, air dirembeskan secara merata di seluruh bedengan. Seladanya jadi bebas percikan air.

Karena konsumen menghendaki daun selada yang bebas racun serangga, penanaman dilakukan secara organik. Tanaman tidak disemprot dengan insektisida, dan tidak diberi pupuk kimia anorganik, tetapi pupuk kandang dan air dari kolam kompos.

Bertanam selada yang umurnya pendek ini (1,5 bulan sudah bisa dipanen), membuat karyawan perusahaan sibuk sekali. Selesai dikerahkan untuk menangani hasil panen, segera mereka mulai dikerahkan untuk membibitkan selada baru, dan menyiapkan bedengan bagi acara penanaman berikutnya.

Bedengan yang sudah siap ditanami, tetapi belum ditancapi bibit, dikerudungi lembaran plastik rapat sekali, sehingga suhu panas yang tersekap di bawahnya memanggang tanah. Dengan begitu, benih bakteri, cendawan, dan serangga tanah yang terbawa pupuk kandang jadi mati konyol semua.

Karena daun selada tidak boleh terkena air sama sekali, maka setelah dipotong pada pangkal batangnya, ia cepat-cepat dibersihkan dari bagian-bagiannya yang kotor, rusak, atau cacat (terutama daun bagian bawah), lalu dibungkus plastic wrap. Semuanya dikemas dalam dus karton, yang kemudian diawetkan dengan pendinginan dalam ruang pendingin bersuhu 4oC. Dalam suhu sedingin itu, sisa benih kuman yang masih nebeng tertumpas semua. Namun, daun seladanya tidak mati beku.

Barulah ia bisa diangkut ke kota konsumen dengan truk berpendingin. Selada yang tidak diawetkan dengan pendinginan tidak akan tahan lama disimpan dalam lemari es.

Ongkos produksi memang jadi mahal! Tetapi harga selada organik yang bebas racun serangga itu cukup menggiurkan: Rp 20.000,-/kg (selada keriting) dan Rp 30.000,-/kg (yang varietas merah Lola rosa). Pembelinya para koki hotel-hotel berbintang yang bertaburan di langit Jakarta.

Soalnya, disajikan di hotel itu, menu selada dijual Rp 30.000,- per porsi. Padahal cuma beberapa iris. Toh laku keras karena yang menyantap orang-orang yang sangat mendambakan sayuran sehat. Daun selada terkenal mengandung vitamin C dan beta karoten yang sangat dipercaya mampu menyehat-bugarkan penggemarnya.

Selada pabrik

Kebetulan kaum selada itu tanaman segala musim. Di samping varietas musim semi dan panas, juga ada yang bisa tumbuh di musim gugur dan dingin. Dengan menanam varietas yang sesuai dengan musim, selada di Inggris dan Amerika bisa ditemukan sepanjang tahun. Tetapi masalahnya, ada konsumen berselera tinggi yang tidak mau menyantap selada musim dingin di musim dingin. Maunya selada musim semi, walaupun musimnya sudah dingin. Ini memang masalah orang di daerah empat musim, dan kita di Indonesia tidak ada urusan. Tetapi kita terbelalak juga, ketika pada tahun 1986 Toyo Engineering Corporation dari Jepang menanam selada musim semi pada musim dingin. Menanamnya dalam "pabrik" sayuran di Kota Kushiro, Hokkaido (pulau Jepang paling utara).

Disebut pabrik karena tempatnya bukan ladang pertanian di udara terbuka, tetapi gedung beratap yang tertutup seperti pabrik. Udara di dalamnya diatur agar tetap hangat, meskipun udara di luar sudah dingin membeku. Selada ditanam secara hidroponik, tanpa tanah, dalam bak berisi larutan zat makanan. Sinar matahari untuk fotosintesis diganti dengan cahaya lampu. Sedangkan CO2, kelembapan udara, suhu, dan larutan zat makanan diatur kadarnya dengan komputer agar semuanya cukup dan nyaman.

Untuk menciptakan angin, dipasang sejumlah kipas yang embusannya cukup kuat untuk membuat daun selada bergoyang. Ini perlu karena daun selada yang bergoyang selama tumbuhnya terasa lebih gurih (setelah dipanen), daripada yang diam lola-lolo dalam ruangan pengap.

Penjelasan ilmiah (bagaimana duduknya perkara) belum ada, tetapi faktanya di pabrik selada ada.

Dengan adanya pabrik selada itu, penduduk Hokkaido tidak perlu mendatangkan selada lagi dari pulau lain di selatan, pada musim salju yang sulit angkutan darat dan lautnya.

Selada aeroponik

Pada tahun 1995, selada singapura naik pangkat menjadi selada aeroponik. Ditanamnya tidak di ladang atau dalam "pabrik", tetapi di udara. Ini bukan olok-olok, tetapi memang tanaman dibiarkan menggantung (akarnya) di udara (ingat Intisari April 1993).

Bibitnya ditancapkan di lubang tanam pada papan styrofoam, lalu papan ini ditutupkan di atas bak dari plastik fiberglass yang kosong melompong. Akar tanaman yang tumbuh di bagian bawah styrofoam menggantung di udara dalam ruangan bak ini.

Sebelumnya, bibit selada dikecambahkan dulu di persemaian berupa lempengan sepon dakron yang sudah terbagi-bagi menjadi potongan kecil. Ukurannya pas dengan lubang tanam pada papan styrofoam. Ketika bibit sudah menjadi kecambah berdaun empat, ia dipindah-tancapkan bersama potongan seponnya dalam lubang tanam styrofoam.

Akar selada yang bergelantungan di udara di bawah styrofoam itu disemprot langsung dengan larutan zat makanan dari pipa di dasar bak, melalui alat penyemprot halus, sampai yang keluar berupa kabut. Ada sakelar berhubungan dengan timer, yang membuka keran penyemprot setiap dua menit sekali. Setiap kali sesudah lewat lima detik, keran menutup semprotan secara otomatis.

Perusahaan Aero Green membangun instalasi aeroponik semacam itu di seberang Sungai Buloh Nature Park, Kranji, Singapura. Amazing Farm membangun instalasi serupa di Lembang, pada 1999. Deretan bak plastik fiberglass dibangun di bawah atap rumah plastik, yang dindingnya berupa kain kasa nyamuk nilon. Hama serangga dari luar tidak mungkin masuk ke kebun aeroponik, sehingga tanaman tidak perlu disemprot racun serangga.

Karena zat makanan yang diberikan diramu dengan kadar optimal, selada tumbuh pesat. Dalam satu bulan saja sudah bongsor dan dapat dipanen. Panennya unik sekali. Di atas "ladang" styrofoam dipasang mesin pemotong listrik yang dapat memangkas selada dengan rapi sekali tepat di pangkal batangnya. Pekerja yang tangannya sudah dicuci bersih, kemudian tinggal mengumpulkan selada yang sudah bergelimpangan di atas papan styrofoam itu.

Selada yang dihasilkan jelas bersih, bebas racun, dan bebas kuman penyakit, sehingga menenteramkan hati para penggemarnya, walaupun dimakan mentah. Tidak dicuci juga tidak masalah karena ditanggung tidak akan bikin sakit perut! (Slamet Soeseno)

Sumber : http://www.indomedia.com/intisari/2000/nov/flona-11.htm


1 comment:

MCF-19 said...

Sy tertarik untuk budidaya jenis2 lettuce, bisa saudara memberikan info dimana saya bisa mendapatkan bibitnya?
mohon response dikirim ke mcf19owner@gmail.com

Terimakasih, Yt - Jogja